Kamis, 01 Desember 2011

Indonesia Vs Malaysia ?

Berita tentang Malaysia yang mengklaim aset milik negara kita memang sudah lama tersiar.

Aku percaya, kita sebagai generasi muda Indonesia pasti akan memprotes dan mengkritik mati-matian tentang tindakan tak bertanggung jawab itu.

Tapi, efeknya masih terasa hingga saat ini.

Suatu kali aku terhenyak dengan tindakan dan ucapan yang dilakukan oleh beberapa orang.


Suatu hari di Istora Senayan saat pertandingan final badminton Sea Games berlangsung...

Pertandingan antara Indonesia dan Malaysia berlangsung sangat seru. Kedua negara bertanding dengan sama-sama kuat. Teriakan supporter yang membahana memang sanggup membuatku merinding. Namun, semua menjadi aneh ketika supporter yang sangat bersemangat mengubah teriakannya : "INDONESIA!" menjadi : "MALING! MALING!". Tentu saja sorakan itu ditujukan untuk Malaysia.

Ada lagi...

Suatu hari di sebuah media massa...

Seorang wanita berjilbab tengah menjawab pertanyaan dari seorang wartawan. Pertanyaan tersebut sama sekali tidak berhubungan dengan upaya pengklaiman aset Indonesia oleh Malaysia. Namun tertulis dengan jelas bahwa wanita itu adalah warga negara Malaysia.

Beberapa orang teman di dekatku lantas mencibirnya dan mengeluarkan kata-kata untuk meng'utuk' negaranya.

Mereka ternyata akan melakukan hal yang sama setiap kali mendengar kata 'Malaysia'. Tak peduli siapapun orangnya.

....

Menyakitkan memang ketika lagu / tarian daerah kita diakui oleh negara tetangga kita itu.

Tapi saudaraku... Ingatlah bahwa walau sebesar apapun ketidaksukaan kita pada Malaysia, jangan lantas membutakan kita pada satu hal pnting.

Tidak semua warga negara Malaysia harus disalahkan atas kejadian ini.

Ingatlah bahwa kejadian ini hanya dilakukan oleh OKNUM. Merekalah yang harus bertanggung jawab.

Janganlah kejadian ini membuat kita lupa bahwa banyak saudara/i seiman kita yang tinggal disana dan tak tahu apa-apa sehingga secara tidak sengaja kita telah memupuk kebencian pada mereka.

Jangan sampai kebencian secara tidak langsung itu telah menutup ingatan kita bahwa orang-orang kafir telah melakukan suatu hal yang lebih buruk dari ini.

Contohnya Amerika. Menurutku, lebih baik kita tidak mengatakan BENCI AMERIKA. Katakan saja BENCI ORANG_ORANG KAFIR.

Karena, tidak semua orang Amerika berbuat buruk. Ada segelintir saudara/i seiman kita disana.



Intinya janganlah menilai kesalahan 'sesuatu' untuk keseluruhan karena 'sesuatu' itu pasti memiliki 'baik' dan 'buruk'. Dan, kita tak berhak turut menghakimi yg 'baik' hanya karena kita melihat yang 'buruk'.

Untuk Kawan

Dakwah memang mudah, Kawan..

jika kita mngartikannya hanya sebatas saling memberi tahu dan mengingatkan.

Dakwah memang mudah, Kawan...

jika kita hnya berdasar pada kalimat, "Sampaikanlah walau satu ayat."

Dakwah memang mudah, Kawan...

jika kita tak benar-benar menyadari makna kata-kata yang kita ucapkan.

Tapi dakwah tak benar-benar mudah, Kawan...

jika kita tak pula menerapkan apa yang telah kita ketahui.

Tapi dakwah tak benar-benar mudah, Kawan...

jika kita menganggap "pelanggaran kecil" yang kita lakukan takkan mengurangi imbalan atas apa yang telah kita sampaikan pada orang lain.

Kawan, dakwah bil lisan memang terasa mudah. Seolah-olah kita akan mampu merubah segala kemungkaran yang terjadi hanya dengan mengatakan "JANGANLAH" atau "HENDAKLAH".

Tapi, Kawan...
Dakwah akan terasa lebih bermakna dan lebih mengena bila kita mengimbanginya dengan dakwah bil hal.

Karena dengan begitu, kita akan mampu menjadi cermin yang jernih bagi semua orang di sekitar kita...

Karena dengan begitu, penegakan amar ma'ruf nahi mungkar akan terasa lebih mudah.

percayalah, Kawan.


-- Sebuah sindiran untuk diri sendiri --

Cerita Belasan Tahun Lalu

Rindu aku pada suasana masa kecilku..

Saat itu bocah2 kecil yang lugu selalu berlari untuk menuju surau tiap sore menjelang.
Tertawa lepas..
Berusaha untuk menjadi orang yang pertama menjejakkan kaki disana...

Tiap masuk waktu sholat, surau2 seolah berlomba-lomba untuk memperdengarkan puji-pujian merdu dari bibir mungil para generasi muda itu...

TPA (Taman Pendidikan Al-Qur‘an) telah menjadi rumah yang nyaman untuk mengeja setiap hijaiyah dari wajah-wajah yang haus akan ilmu.
Tersenyum lebar...
Setiap kali dinyatakan lulus untuk melanjutkan ke tingkat Iqra‘ yang lebih tinggi.
Memasang raut suka cita...
Saat dinyatakan layak untuk melanjutkan ke Al-Qur‘an.

Praktik sholat menjadi begitu hidup oleh suara2 nyaring yang berkolaborasi dengan otak agar dapat menghafal bacaan sholat beserta gerakannya.

Selingan darling (tadarus keliling) menambah semangat untuk mengaji tartil dan tilawah dengan lebih baik. Demikian pula dengan semangat ukhuwah islamiyah...

Beberapa kali kegiatan mabit (menginap) di TPA diselenggarakan dengan suasana penuh warna. Gelak tawa, celoteh riang, sedu sedan, bahkan teriakan kesal di sela-sela kegiatan Islami turut menyemarakkan malam yang penuh hangat kekeluargaan itu..

Peringatan hari besar Islam menjadi waktu yang tepat untuk berkeliling kota. Pawai membawa bunga, telur, dan obor.
Menebar senyum ke semua orang yang berjajar di tepi jalan...

Dini hari di bulan Ramadhan, riuh rendah oleh tabuhan kenthongan dan seruan untuk beranjak bangun.
Melupakan rasa kantuk yang bergelayut di mata yang membulat itu..


Belasan tahun berlalu...


Bocah2 lugu itu seolah menghilang begitu saja.

Menjelma menjadi sosok lain yang sulit untuk dikenali.

Langkah kaki ke surau berubah haluan menuju tempat yang penuh bisikan maksiat.

Bibir yang dulu sering memuji kebesaran Sang Pencipta, kini lebih suka mengeluarkan makian dan umpatan.

Tartil dan tilawah itu lenyap berganti menjadi senandung lagu.

Kegiatan mabit bermetamorfosis menjadi acara menginap di rumah seorang kawan, tanpa memperhitungkan manfaat dan mudharatnya lagi.

Peringatan hari besar Islam tak seceria dulu. Takbir sering disamakan dengan dentuman musik yang memekakkan telinga.

MalamRamadhan yang disibukkan dengan persiapan membangunkan warga, beralih untuk menyibukkan diri dengan bercengkrama sambil memutar musik tanpa peduli buaian mimpi orang di sekitar...


Rindu aku pada suasana masa kecilku...
Saat kawan2ku berteriak lantang..

KAMI BANGGA PADA ISLAM!!!

Dua Puluh Satu Jalan Tol Menuju Surga

Bismillahirrohmanirrohiim..

Bicara tentang surga, pasti semua orang ingin menjadi penghuninya. Tapi tidak sedikit dari kita yang mengatakan...
“Tapi aku tidak punya banyak waktu untuk beribadah. Aku juga belum mampu menjalankan semua perintah Allah.“

hmm...ketahuilah teman...surga Allah memang mahal harganya karena hanya dapat digapai dengan kesungguhan dan kerja keras. Tapi, ada beberapa amalan ringan yang mampu menjadi jalan tol untuk menuju surga lo! Jalan ini selain bebas hambatan, juga bebas biaya tentunya.

Berikut ini adalah contoh beberapa amalan ringan untuk menuju surga Allah.

1. Mau (mau masuk surga berarti harus dibuktikan dengan taat pada Allah dan meneladani Rasulullah)
2. Tidak musyrik
3. Menyingkirkan gangguan (misal, memungut paku di tengah jalan)
4. 3+1 (shalat,zakat,silaturahim+tidak menyekutukan Allah)
5. Memberi bantuan emergency (termasuk memberi minum anjing yang kehausan)
6. Sayyidul istighfar
7. Menjawab azan (lebih utama bila segera beranjak untuk sholat)
8. 4 in 1 (dalam satu hari melakukan puasa, melayat jenazah, memberi makan orang miskin, dan menjenguk orang sakit)
9. Menghafal Asmaul Husna (sambil memahami makna dan penjelasannya, serta mengimaninya)
10. Menjaga Shubuh dan Ashar (tapi bukan berarti boleh melalaikan sholat 3 waktu lainnya)
11. Memahami La Ilaha Illallah
12. 4 to paradise (bila seorang perempuan mengerjakan sholat 5 waktu, puasa Ramadhan, menjaga kehormatannya, dan taat pada suaminya)
13. Berperasaan Burung (berperasaan lembut dan tawakal. Menurut sebagian ulama, yaitu perasaan takut pada Allah karena burung adalah binatang yang paling takut pada Allah)
14. Shalat Shunnah
15. Mendermakan jasa (misal, meminjamkan motor pada orang yang membutuhkan, secara cuma2)
16. Sabar saat sakit
17. Sabar ditinggal mati
18. Mengasuh anak yatim (membawanya ke rumah dan mengasuhnya layaknya anak kita sendiri)
19. Menyayangi anak
20. Keep 2 holes (menjaga lisan dan kemaluan)
21. Menginfakkan sepasang jodoh (segala sesuatu yang digandengkan dengan temannya dapat disebut jodoh. Misal, 2 ekor kuda, busur dan anak panahnya, atau motor lengkap dengan bensinnya)

***
Tapi hendaklah kita tidak berpikir bahwa hanya dengan menempuh salah satu dari amalan2 tersebut seseorang akan masuk surga, karena penghuni surga hanyalah orang2 bertakwa yang menunaikan kewajiban syariat kepada Allah. Kewajiban syariat itu tidak kita bahas disini. Bila amalan2 tersebut diibaratkan jalan tol, maka kita juga membutuhkan SIM A, STNK, dan mobil dengan keadaan fit.
Setelah itu, barulah kita bisa memilih jalan yang menurut kita paling cepat untuk menuju surga. Selamat mencoba..!


(Penjelasan lebih rinci dapat dibaca di "Kalau ke Surga Mudah, Ngapain Susah2 ke Neraka?" - Erwan Roihan)

Titip Rindu Buat Ibu

Ibuku sayang,

Sering engkau berkata bahwa engkau semakin tua dan tak memesona.
Tetapi tidak, menurutku.
Engkau adalah wanita tercantik dalam hatiku. Kerutan di wajahmu adalah bukti perjuanganmu dalam menempa kehidupan dan membesarkan aku serta saudara2ku. Aku melihat kecantikan itu dalam hatimu, yang kurasakan dalam hatiku.

Sering engkau berkata bahwa engkau kampungan, tak modis seperti wanita kebanyakan.
Lantas, kenapa?
Aku suka, sangat suka, melihat penampilanmu yang apa adanya. Aku bahkan malu jika melihatmu mengikuti wanita2 yang suka tebar pesona.

Sering engkau berkata bahwa engkau tidak pandai, tak mengerti bermacam pengetahuan baru dan teknologi yang membadai
Bagaimana bisa?
Kaulah yang pertama mengajarkanku membaca, menulis, berhitung, dan mengaji, sebagai landasan bagiku hingga aku bisa seperti saat ini.

Sering kudengar orang berkata bahwa engkau adalah wanita yang temperamental.
Tahu apa mereka?
Engkau adalah wanita yang penuh kelembutan, mengharap yang terbaik untuk buah hatinya, berbeda dengan orang2 lain dalam hal taraf dan ukuran.

Pernah kutahu seseorang berkata bahwa engkau tak bisa mengurus keluarga.
Sadarkah ia?
Ia tak pernah 24 jam bersama kita. Tak mengerti seberapa hebat engkau sebenarnya, seberapa tegar engkau menghadapi cobaan yang ada, dan seberapa bahagia bila kita sedang bersama.

Ibuku sayang,
Sekali lagi kukatakan…
Engkau cantik. Teramat cantik.
Aku suka pada engkau yang sederhana dan bersahaja.
Terima kasih telah mengajarkanku arti kesabaran dan pengorbanan.
Bukan teori, bukan pula bualan.

For my love,

Sudut bumi, 1 Juni 2011
20:42

I'm Akhwat (?)

Akhwat.



Kami memang belum pantas disebut sebagai akhwat,,, meskipun banyak yang memanggil kami dengan sebutan itu.

Namun, kami tak ingin terus menjadi wanita biasa.

Akhwat. Wanita. Perempuan. Semuanya sama. Hanya persepsi banyak orang yang membuatnya berbeda.



Akhwat.



Kadangkala kami malu pada sebutan itu. Bukan malu karena kami Islam. Bukan malu pula karena penampilan kami yang sedikit berbeda. Akan tetapi, kami malu atas perilaku dan hati yang masih seringkali berbuah dosa.



Kami belumlah menjadi seorang akhwat seutuhnya…



Kata orang, akhwat identik dengan bersikap lembut…

Mungkin kami belum.

Kami masih sering berlaku dan berucap kasar. Sering melukai orang lain dan lalai atau enggan untuk meminta maaf.



Kata orang, akhwat identik dengan totalitas amar ma’ruf nahi mungkar…

Mungkin kami belum.

Beberapa kali kami mengingatkan saudara-saudari yang lain, rupanya lebih sering kami menyalahinya sendiri. Terlalu asyik memerhatikan kesalahan orang lain untuk kami ingatkan, hingga tak menyadari kesalahan apa yang telah kami perbuat selama ini.



Kata orang, akhwat identik dengan hafal Al-Quran…

Mungkin kami belum.

Terlalu bangga pada tilawah yang mampu kami lantunkan, hingga lupa bahwa kami harus beranjak ke tingkatan selanjutnya. Mentadabburi, menghafal, serta mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Tidak cukup hanya mampu membacanya, tentu saja.



Kata orang, akhwat identik dengan jauhnya penyakit hati…

Mungkin kami belum.

Seringkali kami mengeluh bila hati mengadu, kesal bila merasa sial, iri bila kawan menggapai mimpi, bahkan cemburu yang sebenarnya tak perlu.



Kata orang, akhwat identik dengan menjaga pandangan pada para ikhwan…

Mungkin kami belum.

Kami masih kesulitan untuk menundukkan pandangan, terutama saat berkomunikasi tentang hal-hal yang perlu konsentrasi lebih. Banyak orang yang baru bisa paham topik pembicaraan ketika sedikit memandang lawan bicara. Termasuk kami, mungkin.



Kata orang, akhwat identik dengan menjaga hati…

Mungkin kami belum.

Memang, kami tahu bahwa cinta itu fitrah. Namun, kami masih belum mampu membedakan antara cinta karena-Nya dan “cinta” karena nafsu belaka. Ingin rasanya cinta itu datang nanti saja sehingga ia menjadi anugerah. Bila “cinta” itu telah datang saat ini, kami menganggap itu ujian untuk membuktikan bahwa kami mampu melaluinya. Dengan anggun, tanpa bercampur dengan nista.



Kami belumlah menjadi seorang akhwat seutuhnya…



Maka, jangan menilai para akhwat melalui perbuatan kami semata..

Kami masih berupaya sekuat tenaga untuk bisa seperti mereka…

Ingatkanlah ketika kami alpa,

Doronglah ketika kami merasa lelah,

Semangatilah ketika kami mulai berputus asa…



Kami masih berupaya sekuat tenaga untuk bisa seperti mereka…

Mereka yang memutuskan untuk berada dalam ranah dakwah…

Mereka yang akan selalu istiqomah di jalan-Nya…

Serta, mereka yang selalu berpegang pada satu niat : lillahita’ala…



“Dakwah ibarat sebuah kereta. Ia akan berhenti di tiap stasiun untuk menjemput penumpang selanjutnya. Ia juga akan meninggalkan penumpang yang memutuskan untuk turun dan tidak lagi berminat menempuh perjalanan yang masih panjang. Perjalanan yang berliku, terjal, dan sangat tidak nyaman bagi orang-orang yang belum terbiasa. Namun, ketahuilah bahwa tujuan kereta ini sangat mulia. Mengharapkan ridho dan rahmat Allah swt.” (LDK3 II IMMSI 2011)



_SudutBumi_

Ditulis tgl 02 Mei 2011 (23.03 WIB)

Dipostkan tgl 07 Juni 2011 (07.34 WIB)

Tanyakan Pada Mereka...

"Kini ibu sedang lara.. Merintih dan berdoa.."

...

Ya, mungkin ini salah satu lirik andalan ketika masalah-masalah di bumi pertiwi tengah dipaparkan.

Indonesia punya beribu masalah.

Dan, banyak masyarakat yang menghujat. Atas kesenjangan sosial yang tinggi, pemerintah yang tidak becus, hukum yang tidak adil, dan lain sebagainya.

Tak sedikit orang yang mulai pudar (atau bahkan memang tidak pernah memiliki) rasa nasionalismenya.
Berkata bahwa ia tak bangga pada negeri para koruptor ini, beharap bisa pergi ke negara lain yang menjanjikan tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi, ataupun malu akan bangsanya yang selalu dibodohi.
Sibuk menghujat kesana-kemari dan menuding ini-itu hingga lupa pada keberadaan dirinya sendiri.

Jika ada orang yang mempertanyakan apa yang sudah negara ini berikan padanya, tanyakanlah padanya apa yang sudah ia persembahkan untuk negeri ini.

Saya teringat sebuah kalimat sangat menyentuh yang isinya kurang lebih demikian..
"Jika kau merasakan bahwa sekitarmu gelap gulita, tak curigakah engkau bahwa kaulah yang diutus Allah sebagai pembawa cahaya di kegelapan itu?"

Maka, tanyakanlah pada mereka yang selalu merutuki nasib bangsa ini. Apakah ia mengira bahwa hanya dengan mengutuk kegelapan akan mengubah segalanya menjadi lebih baik?
Mengapa tak sebaiknya ia menyalakan sebatang lilin untuk sedikit memberi cahaya? Bila banyak orang yang berpikiran sama untuk menyalakan lilin, bukankah kegelapan itu akan mulai terusir?
Namun, bila ternyata orang lain tidak melakukan hal yang sama, teruslah jaga pendar lilin itu.
Teruslah berbuat baik semampumu karena itu urusanmu dengan Tuhanmu

Bila ada yang beranggapan bahwa pemerintah bodoh...
Tanyakan padanya akan manfaat kepandaian yang ia miliki. Mengapa ia tak mencoba untuk berbagi atas kelebihannya itu? Mengapa ia tak berusaha di bidang yang ia geluti untuk memberikan kontribusi bagi bangsa ini?

Bila orang pandai itu ingin meninggalkan negeri ini semata-mata karena muak dengan kehidupan disini dan beranggapan bahwa negeri ini tak menghargai orang-orang sepertinya...
Katakan padanya...
Jika semua orang pandai pergi dari sini, maka siapa yang akan menolong orang-orang yang lemah, yang tengah bergulat dalam kemiskinan itu? Bukankah mereka menunggu uluran tangan kita?

Bila ada yang ingin meninggalkan negeri ini semata-mata karena bosan pada tingkah laku para koruptor (penipu) itu,,,
Tanyakan padanya...
Tegakah ia meninggalkan rakyat-rakyat tak berdaya itu untuk terus ditipu dan dibodohi, sedangkan orang jujur sudah enggan tuk bertahan disini?

Jika ia tetap berkata bahwa ia takkan bisa bangga pada negeri ini...
Katakan padanya..
Mengapa bukan kita yang mencoba untuk membuat suatu kebanggaan bagi negeri ini?

Jika ibu pertiwi masih menangis dan merintih, mengapa kita masih tega untuk terus mencela dan tak peduli padanya?
Mengapa tidak kita seka saja air matanya?

....

Baiklah, kawan...

Bila kita memang susah tuk bangga padanya..

Setidaknya cobalah..

Coba..

Buat ibu pertiwi tersenyum bangga karena telah memilikimu...

_Sudut bumi_
1 Desember 2011.