Kamis, 01 Desember 2011

I'm Akhwat (?)

Akhwat.



Kami memang belum pantas disebut sebagai akhwat,,, meskipun banyak yang memanggil kami dengan sebutan itu.

Namun, kami tak ingin terus menjadi wanita biasa.

Akhwat. Wanita. Perempuan. Semuanya sama. Hanya persepsi banyak orang yang membuatnya berbeda.



Akhwat.



Kadangkala kami malu pada sebutan itu. Bukan malu karena kami Islam. Bukan malu pula karena penampilan kami yang sedikit berbeda. Akan tetapi, kami malu atas perilaku dan hati yang masih seringkali berbuah dosa.



Kami belumlah menjadi seorang akhwat seutuhnya…



Kata orang, akhwat identik dengan bersikap lembut…

Mungkin kami belum.

Kami masih sering berlaku dan berucap kasar. Sering melukai orang lain dan lalai atau enggan untuk meminta maaf.



Kata orang, akhwat identik dengan totalitas amar ma’ruf nahi mungkar…

Mungkin kami belum.

Beberapa kali kami mengingatkan saudara-saudari yang lain, rupanya lebih sering kami menyalahinya sendiri. Terlalu asyik memerhatikan kesalahan orang lain untuk kami ingatkan, hingga tak menyadari kesalahan apa yang telah kami perbuat selama ini.



Kata orang, akhwat identik dengan hafal Al-Quran…

Mungkin kami belum.

Terlalu bangga pada tilawah yang mampu kami lantunkan, hingga lupa bahwa kami harus beranjak ke tingkatan selanjutnya. Mentadabburi, menghafal, serta mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Tidak cukup hanya mampu membacanya, tentu saja.



Kata orang, akhwat identik dengan jauhnya penyakit hati…

Mungkin kami belum.

Seringkali kami mengeluh bila hati mengadu, kesal bila merasa sial, iri bila kawan menggapai mimpi, bahkan cemburu yang sebenarnya tak perlu.



Kata orang, akhwat identik dengan menjaga pandangan pada para ikhwan…

Mungkin kami belum.

Kami masih kesulitan untuk menundukkan pandangan, terutama saat berkomunikasi tentang hal-hal yang perlu konsentrasi lebih. Banyak orang yang baru bisa paham topik pembicaraan ketika sedikit memandang lawan bicara. Termasuk kami, mungkin.



Kata orang, akhwat identik dengan menjaga hati…

Mungkin kami belum.

Memang, kami tahu bahwa cinta itu fitrah. Namun, kami masih belum mampu membedakan antara cinta karena-Nya dan “cinta” karena nafsu belaka. Ingin rasanya cinta itu datang nanti saja sehingga ia menjadi anugerah. Bila “cinta” itu telah datang saat ini, kami menganggap itu ujian untuk membuktikan bahwa kami mampu melaluinya. Dengan anggun, tanpa bercampur dengan nista.



Kami belumlah menjadi seorang akhwat seutuhnya…



Maka, jangan menilai para akhwat melalui perbuatan kami semata..

Kami masih berupaya sekuat tenaga untuk bisa seperti mereka…

Ingatkanlah ketika kami alpa,

Doronglah ketika kami merasa lelah,

Semangatilah ketika kami mulai berputus asa…



Kami masih berupaya sekuat tenaga untuk bisa seperti mereka…

Mereka yang memutuskan untuk berada dalam ranah dakwah…

Mereka yang akan selalu istiqomah di jalan-Nya…

Serta, mereka yang selalu berpegang pada satu niat : lillahita’ala…



“Dakwah ibarat sebuah kereta. Ia akan berhenti di tiap stasiun untuk menjemput penumpang selanjutnya. Ia juga akan meninggalkan penumpang yang memutuskan untuk turun dan tidak lagi berminat menempuh perjalanan yang masih panjang. Perjalanan yang berliku, terjal, dan sangat tidak nyaman bagi orang-orang yang belum terbiasa. Namun, ketahuilah bahwa tujuan kereta ini sangat mulia. Mengharapkan ridho dan rahmat Allah swt.” (LDK3 II IMMSI 2011)



_SudutBumi_

Ditulis tgl 02 Mei 2011 (23.03 WIB)

Dipostkan tgl 07 Juni 2011 (07.34 WIB)

2 komentar:

  1. kalau ada seorang pembicara yang menyampaikan, beda akhwat sama bukan akhwat itu ada pada keinginannya menjalankan agama ini secara kaffah (menyeluruh)... Hmm.. Semoga tulisan ini bisa mengingati diri kita selalu...

    BalasHapus
  2. Semoga kita bisa menjadi akhwat yang dirindukan surga, yang mampu membuat bidadari cemburu pada kita.. Amin
    :)

    BalasHapus